Cibinong, SuaraBotim.Com – Bupati Bogor Rudy Susmanto tegaskan bahwa program 100 hari kerja pemerintah daerah bukan sekadar target jangka pendek, melainkan menjadi fondasi awal arah pembangunan Kabupaten Bogor untuk lima tahun ke depan.
Rudy menjelaskan, bahwa pembangunan Kabupaten Bogor tidak dapat dilihat hanya dari capaian selama 100 hari kerja. Namun, masa tersebut menjadi titik tolak untuk menyusun kebijakan strategis jangka panjang, termasuk dalam bidang digitalisasi, infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan masyarakat.
“Salah satu langkah awal adalah digitalisasi data desa yang terintegrasi dengan sistem Pemerintah Kabupaten Bogor. Perlu digarisbawahi, ini bukan desa digital, tapi data digitalisasi desa yang akan menunjang tata kelola pemerintahan yang lebih efektif,” katanya, Senin (7/4/25).
Di bidang keagamaan, kata Rudy, Pemkab Bogor juga sedang mempersiapkan pembangunan pusat layanan haji.
“Kami berharap tidak ada kendala, dan targetnya peletakan batu pertama akan dilakukan pada bulan Mei 2025,” ucapnya.
Selain itu, Rudy juga menyoroti, penetapan pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah barat dan timur sebagai bagian dari persiapan pembentukan daerah otonomi baru, yaitu Bogor Barat dan Bogor Timur.
Dalam sektor pendidikan, Pemkab Bogor akan membangun sekolah percontohan untuk jenjang PAUD, SD, dan SMP yang pelaksanaannya direncanakan dimulai pada tahun 2025.
“Ini bagian dari kewenangan kami untuk menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya dalam hal pendidikan dasar,” ujarnya.
Tak kalah penting, infrastruktur jalan menjadi prioritas utama. Pemerintah daerah telah menerima berbagai masukan langsung dari warga, termasuk melalui media sosial, terkait kondisi jalan yang rusak.
Melalui efisiensi anggaran, beberapa ruas jalan yang sebelumnya tidak teranggarkan di APBD 2025 akan menjadi fokus perbaikan.
“Skala prioritas kami ke depan tetap pada pembangunan infrastruktur jalan, pendidikan, kesehatan, percepatan penanganan stunting, serta pengentasan kemiskinan. Semua akan disusun secara terintegrasi demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bogor,” pungkasnya.
Sebelumnya, Founder Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus), Yusfitriadi, menyampaikan kritik tajam terhadap kurangnya transparansi dan perencanaan dalam program 100 hari kerja Bupati Bogor.
Dirinya menilai, bahwa hingga saat ini belum ada ekspos atau informasi resmi yang menjelaskan program apa saja yang dirancang dan dijalankan selama 100 hari pertama kepemimpinan.
“Apakah masyarakat Kabupaten Bogor tahu program 100 hari bupati? Sudah ada ekspos belum? Kita tidak tahu mereka sedang menjalankan apa, program apa, atau kebijakan apa. Ini yang perlu disampaikan secara terbuka ke publik,” ujarnya.
Menurutnya, kata Yusfitriadi, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui kebijakan yang dirancang dan apakah kebijakan tersebut benar-benar dijalankan sesuai desain atau hanya sebatas slogan. Transparansi tersebut sangat penting agar masyarakat bisa melakukan kontrol sosial secara efektif.
“Kalau dalam bahasa Sunda mah sa kapanggihna, artinya tidak jelas arahnya. Padahal masyarakat perlu tahu, hari ini fokus kebijakan pemerintah daerah itu apa, apakah sudah sesuai desain atau tidak,” tegasnya.
Yusfitriadi juga menyoroti, berbagai persoalan yang belum disentuh dalam program 100 hari, seperti masalah lingkungan saat musim hujan yang mengakibatkan tumpukan sampah di sungai dan pemukiman, serta kurangnya kebijakan untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
“Tidak ada kebijakan jelas terkait penyimpangan dana pendidikan, penanaman karakter untuk mengantisipasi tawuran, pergaulan bebas, atau bullying. Di bidang kesehatan juga belum muncul. Pelayanan masih buruk, bahkan RSUD seperti rumah hantu dengan fasilitas yang minim,” ucapnya.
Ia juga mempertanyakan tidak adanya kebijakan tegas terkait pengamanan investasi dan aset negara yang banyak dikuasai oleh pihak perorangan, khususnya di Bogor.
Menurut Yusfitriadi, ada dua kemungkinan penyebab lemahnya implementasi program 100 hari ini, tidak adanya desain kebijakan yang jelas, atau pemerintah daerah tidak transparan dalam menyampaikan program yang sudah disusun.
“Kalau memang sudah ada desain, tinggal sampaikan saja ke publik. Ini negara, bukan milik pribadi,” tegasnya.
Lebih jauh, Yusfitriadi menekankan, bahwa program 100 hari tidak boleh hanya bersifat teknis, tapi harus menyentuh aspek kebijakan strategis dan ia menyarankan agar pemerintah daerah mulai memikirkan kebijakan jangka panjang yang bisa dilaksanakan tahun ini atau ke depan, yang penting ada kerangka kebijakan yang jelas.
“Misalnya, kebijakan untuk mengatasi kebocoran anggaran, peningkatan layanan kesehatan, atau perlindungan terhadap aset negara. Itu harus dijelaskan ke publik, agar bisa dikontrol,” katanya.
“Pembangunan daerah tidak bisa dilakukan sendiri oleh kepala daerah, tetapi harus melalui kolaborasi dan sinergi dengan lembaga legislatif serta seluruh elemen masyarakat,” tutupnya
(Pandu)