Cibinong, SuaraBotim.Com – Kirab Mahkota Binokasih Sang Hyang Pake yang digelar di Kabupaten Bogor sukses memantik respons positif dari para budayawan dan masyarakat. Mahkota sakral peninggalan Keraton Sumedang Larang itu untuk pertama kalinya kembali diperlihatkan ke publik setelah ratusan tahun disimpan secara tertutup. Kirab dimulai dari Lapangan Muara Beres dan berakhir di Pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor, Cibinong.
Mahkota Binokasih diyakini sebagai simbol kasih, asih, dan asuh dalam peradaban Sunda. Kehadirannya menjadi penanda penting kebangkitan budaya lokal di tengah arus modernisasi.
Budayawan senior asal Bogor, Ediana Hadi Nata, menyambut hangat kirab budaya ini. Ia menyebutnya sebagai momentum penting dalam menghidupkan kembali nilai-nilai luhur yang sempat terpinggirkan.
“Budaya dan agama itu seperti dua kaki. Harus berjalan seimbang. Tidak bisa hanya satu yang dominan,” ujar Ediana, yang juga dikenal sebagai ahli tempa kujang dan pakar metalurgi.
Menurutnya, perhatian Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap warisan budaya menjadi alasan dirinya kembali aktif dalam kegiatan kebudayaan setelah lama vakum.
“Kalau menurut pengamatan Abah, sekarang ada harapan. Ini bukan cuma seremoni, tapi tanda kebangkitan kearifan lokal,” tegasnya.
Ediana menambahkan bahwa budaya bukan sekadar acara seremonial, melainkan harus menyentuh aspek edukatif dan menjangkau generasi muda.
“Budaya itu budi dan daya. Harus menyentuh semua lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir elit,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa Mahkota Binokasih dibuat pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja sebagai simbol pemersatu rakyat Sunda.
“Filosofinya adalah asah, asih, asuh. Pemimpin harus turun ke bawah, mendidik rakyat secara langsung. Ini ajaran luhur yang harus kita hidupkan kembali,” jelasnya.
Lebih jauh, Ediana menyoroti pentingnya mengubah narasi sejarah yang selama ini merendahkan leluhur Sunda.
“Peradaban Sunda sudah ada sejak 2.500 tahun sebelum Masehi. Ini bukan budaya primitif, tapi peradaban yang mendahului banyak bangsa dalam etika dan adab. Saatnya kita tata ulang budaya kita,” ujarnya.
Sementara itu, Radya Anom dari Keraton Sumedang Larang menyebut kirab Mahkota Binokasih sebagai langkah nyata pelestarian budaya dan edukasi publik.
“Mahkota ini adalah simbol peradaban. Sejarah Sunda di Bogor tidak boleh terputus. Kami hadir untuk menyambungkan nilai-nilai luhur tersebut,” katanya.
Radya Anom juga mengungkapkan bahwa Bupati Bogor saat ini, Rudy Susmanto, merupakan bagian dari trah Sumedang Larang.
“Alhamdulillah, Bogor dipimpin oleh putra trah Sumedang Larang. Maka kami titipkan semangat mahkota ini untuk membawa nilai kasih dalam kepemimpinannya,” tutupnya.
(Pandu)