Sukamakmur, SuaraBotim.Com– Ratusan warga Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor mendatangi kantor desa pada Senin (17/6/25) untuk menuntut kejelasan terkait pemasangan stiker kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di wilayah mereka.
Wakil Ketua BPD Desa Sukawangi Lala Daniati menyampaikan, bahwa masyarakat merasa tidak pernah tinggal di kawasan hutan seperti yang tertulis dalam stiker tersebut.
“Kami menuntut kejelasan dari pihak desa. Warga tidak pernah merasa tinggal di kawasan hutan, apalagi kami punya dokumen lengkap, baik SK Kinag, girik, hingga AJB dan segel jual beli,” tegas Lala kepada SuaraBotim.Com.
Selain itu, salah satu warga, Parman menyampaikan, bahwa keluarganya sudah tinggal dan menggarap lahan di Sukawangi sejak tahun 1950-an. Bahkan, menurutnya, beberapa warga masih memiliki dokumen resmi warisan leluhur yang memperkuat kepemilikan atas tanah tersebut.
“Kami memiliki bukti seperti surat keterangan tidak sengketa, leter C desa, AJB, dan bukti pajak. Jadi kenapa tiba-tiba diklaim sebagai kawasan hutan oleh Perhutani? Ini bentuk ketidakadilan,” ujarnya.
Warga juga menyayangkan adanya pemanggilan enam orang warga oleh Gakkum (Penegakan Hukum KLHK) terkait dugaan pelanggaran di RW 08 Desa Sukawangi.
Menurut mereka, tindakan tersebut terlalu jauh karena belum ada proses hukum perdata yang berjalan, tetapi sudah dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
“Kami masyarakat awam hukum, tapi tahu bahwa kalau belum ada laporan perdata, mestinya belum bisa dilakukan olah TKP. Ini membuat kami merasa diintimidasi,” terangnya.
Warga juga meminta pemerintah desa meneruskan aspirasi ini ke tingkat kecamatan hingga kabupaten. Mereka juga berharap aparat penegak hukum segera menghentikan proses hukum yang berlangsung dan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Kalau perlu kami siap menyuarakan ini sampai ke Presiden. Ini bukan hanya soal kami, tapi untuk masa depan anak cucu kami. Kami ingin hak milik kami disahkan dan ada kepastian hukum,” tutupnya.
Ditempat yang sama, tokoh masyarakat setempat, Burhanudin, juga menegaskan bahwa dirinya sudah menggarap lahan tersebut jauh sebelum Desa Sukawangi terbentuk pada tahun 1977.
Ia menilai pemerintah harusnya mempertimbangkan sejarah dan kontribusi warga yang telah menjaga, mengelola, dan membayar pajak atas tanah tersebut.
“Saya menanam singkong, bambu, nangka, pisang. Kami rawat tanah itu bertahun-tahun, kenapa sekarang kami dipermasalahkan? Ini bukan hutan, ini tanah adat kami,” ucap Burhanudin dengan nada kecewa.
Masyarakat berharap Pemerintah Kabupaten Bogor dan instansi terkait dapat segera turun tangan dan menyelesaikan persoalan ini dengan pendekatan administratif yang adil dan berpihak pada rakyat. Warga Sukawangi menegaskan, mereka bukan penyerobot hutan, melainkan pemilik sah berdasarkan sejarah dan dokumen yang valid.
(Pandu)







