Gunung Putri, SuaraBotim.Com – Pemerhati sosial, Ramdani, menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan organisasi dan komunitas sosial yang justru lahir dari kebijakan pemerintah itu sendiri.
Menurutnya, kondisi di lapangan menunjukkan banyak masyarakat yang justru mengeluh. Hal ini karena ada pihak yang mengatasnamakan sosial, namun pada akhirnya meminta fasilitasi kepada masyarakat yang sebenarnya lebih membutuhkan bantuan.
“Fasilitasi gerakan sosial dari pemangku kebijakan hanya sebatas pada pelembagaan orang, bukan sampai pada fasilitas riilnya. Akibatnya, organisasi sosial tidak dapat bergerak maksimal,” ujar Ramdani kepada SuaraBotim.Com, Minggu (28/9/25).
Ramdani menilai, banyak organisasi sosial yang telah dibentuk, seperti Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), namun tidak difasilitasi secara maksimal sehingga pergerakannya kerap terhambat.
“Semua organisasi sosial, semua komunitas sosial yang lahir dari kebijakan pemerintah, seharusnya diperhatikan dan difasilitasi dengan baik. Jangan sampai ketika sudah dibentuk, justru tidak diberi gizi yang cukup,” tegasnya.
Ia menambahkan, pemerintah seharusnya memberikan dukungan penuh, termasuk bantuan operasional agar organisasi sosial dapat bergerak secara optimal.
“Kenapa organisasi yang lahir dari rahim pemerintah tidak diberikan makanan bergizi gratis juga? Kalau tidak, pergerakan sosial akan terhambat oleh biaya bensin, operasional, dan kebutuhan lainnya. Kalau begini, gerakan sosial hanya akan menjadi calo sosial,” jelasnya.
Lebih jauh, Ramdani menegaskan bahwa perjuangan sosial tidak boleh hanya sebatas formalitas. Ia menekankan, pekerja sosial harus benar-benar berangkat dari hati nurani agar tidak terjebak pada kepentingan sesaat.
“Kalau hati nurani belum bicara soal sosial, jangan coba-coba berjuang di dunia sosial. Karena yang ada hanya akan merasa lapar. Tugas utama memfasilitasi ada pada pemerintah, bukan pekerja sosial. Pemerintah yang melahirkan organisasi sosial harus memberi gizi, memberi susu bergizi, supaya mereka bisa bergerak,” paparnya.
Sementara itu, Founder Komunitas Sosial Jalur Jalan Lurus, Hendra, menegaskan bahwa baik relawan, aparat desa, maupun pejabat kecamatan sejatinya adalah pelayan masyarakat. Oleh karena itu, menurutnya, tugas utama mereka adalah melayani, bukan menunggu digerakkan.
“Pelayan itu harusnya menggerakkan, bukan digerakkan. Kalau tidak ada yang menggerakkan, maka gerakan sosial tidak akan berjalan. Konsep ini sudah salah,” kata Hendra.
Ia menambahkan, output dari pergerakan sosial seharusnya adalah membangun partisipasi masyarakat. Jika hal itu tercapai, menurutnya, Indonesia bisa merdeka sepenuhnya dan masyarakatnya hidup bahagia.
“Kalau partisipasi tumbuh, Indonesia akan merdeka 100 persen dan warganya bahagia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hendra juga mengingatkan agar para pekerja sosial melakukan autokritik agar gerakan sosial tidak sekadar menjadi formalitas.
“Lebih baik autokritik ke dalam. Tidak perlu terlalu banyak dijelaskan, karena semua sebenarnya sudah jelas dan terbuka lebar,” pungkasnya.
(Pandu)Pemerhati Sosial, Ramdani dan Founder Komunitas Sosial Jalan Lurus (Jalur) Hendra. (Foto: Pandu Maulana/ SuaraBotim.Com)







