Oleh : Nay Nur’ain (Pimpinan Perusahaan Aktualita Mediatama Group)
Suarabotim.com _ Kondisi hukum di Indonesia bisa dibilang tidak baik-baik saja bahkan mendekati darurat. Pola presiden terpilih Prabowo Subianto – Gibran Raka Buming Raka menciptakan koalisi gemuk adalah hal yang perlu di khawatirkan. Romo Magnis pernah berpesan, jika Indonesia tidak memiliki partai oposisi, maka perlahan demokrasi di negeri ini akan sirna. Mengingat, koalisi gemuk seakan diciptakan merambah sampai ke Pilkada 2024.
Sebagai pelayan partai, ada beberapa Calon Bupati dan Gubernur yang memiliki elektabitas diatas rata-rata namun dipaksa tak berkutik karena adanya campur tangan elit. Pilkada 2024 yang terjadi di Indonesia seolah sudah ditentukan siapa pemenangnya.
Dengan situasi seperti ini, dengan terciptanya koalisi gemuk di Pilkada memiliki pengaruh besar terhadap tatanan hukum diwilayah tersebut. Bukan tidak mungkin, campur tangan kalangan elit dalam ranah hukum akan menjadi peran penting dalam menentukan suatu keputusan. Dan yang paling mengerikan adalah tidak didengarnya suara-suara rakyat, semua keputusan berada dikalangan elit dan mereka yang berkuasa.
Seperti hal yang terjadi di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor yang merupakan wilayah Ring 1 dengan adanya putra mahkota di wilayah Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor seolah mengharuskan turunan dari partai tersebut menjadi penguasa diwilayah . Dengan dipasangkannya Rudy Susmato-Ade Jaro sempat menjadi gejolak dan pertanyaan publik. Mengingat, elektabilitas Jaro Ade jauh diatas Rudy Susmanto.
Koalisi gemuk yang terjadi di Kabupaten Bogor akan menjadi bayang-bayang yang mengerikan dengan tatanan yang akan dibuat “kumaha aing”. Namun, kita perlu mengapresiasi kepada Partai PDIP yang merupakan partai tua dan tetap memilih menjadi oposisi meski calon yang diusung sangat kecil kemungkinan untuk mendapatkan kursi di F 1 Kabupaten Bogor.
MASYARAKAT SEMAKIN TAK TERLIHAT
Saat sudah tidak ada lagi ruang untuk perbedaan pendapat dan kritik, masyarakat kecil akan kehilangan suara mereka dalam proses pollitik. Kekuatan oposisi yang sangat minim di Kabupaten Bogor tidak hanya akan melemahkan sistem politik secara keseluruhan, melainkan juga akan ada dampak negative kepada masyarakat sipil.
Koalisi gemuk pun bukan tidak mungkin akan berpotensi memperburuk korupsi dan inefisiensi pemerintah. Tanpa oposisi yang kuat, kebijakan publik cenderung diambil berdasarkan kepentingan elit yang kuasa. Hal itu akan menciptakan kesenjangan ekonomi dan sosial yang semakin besar, yang pada akhirnya memperburuk stabilitas politik dan social.
REZIM OTORITER
Dengan terciptanya koalisi gemuk dan minimnya oposisi. Rezim otoriter akan melemahkan lembaga-lembaga seperti, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman yang memilik peran dan bertanggunngjawab dalam memberantas korupsi dikalangan publik. Lagi-lagi, kita harus mengapresiasi kepada Parta PDIP yang tetap memilih sebagai oposisi meski minim dan akan ikut mengontrol kondisi instansi pemerintahan.
Efek dari adanya rezim otoriter, akan berakibat pada proses legislasi, peradilan dan media yang semestinya berfungsi sebagai independen, namun akan menjadi alat poitik untuk mengukuhkan kekuasaan rezim.
MENGANCAM KERJA MEDIA
Selain lembaga peradilan dan legislative, media juga akan menjadi sasaran utama rezim otoriter dalam mengontrol opini publik. Kebebasan Pers yang merupakan pondasi penting bagi demokrasi akan diberangus, dan media-media yang kritis terhadap pemerintah akan dihadapkan pada ancaman hukum, sensor dan intimidasi fisik.
Rezim yang berkuasa akan megontrol narasi-narasi yang ditebar pada public, dan memastikan pemberitaan-pemberitaan yang tersebar harus menguntungkan pemerintah. Sehingga, akan terbentuk opini public yang mendukung pemerintah, dan minimal bisa menghilangkan kritik yang terbuka terhadap kebijakan public.
Dampak dari media yang berpihak, akan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya. Informasi yang objektif dan transparan mengenai situasi politik, sosial dan ekonomi. Kekurangan akses informasi yang benar membuat masyarakat semakin terisolasi dan tidak memiliki kemampuan untuk menantang kekuasaan secara efektif. Hal ini akan berdampak kepada keadaan sosial, karena masyarakat akan mudah terpecah oleh propaganda dan dikendalikan oleh penguasa.
Oleh karena itu, jadilah pengamat yang bijak, tidak mudah dikendalikan untuk kepentingan segelentir orang yang pada akhirnya harus mengorbankan banyak pihak untuk sebuah kepentingan. Peran Pers dalam hal ini sangat diperlukan sebagai control social, untuk memastikan kebijakan dan keputusan yang diambil dan digagas bukan untuk mengeruk apalagi menyingkirkan demi tercapainya keinginan.