Gunung Putri, SuaraBotim.Com – Maraknya aktivitas mata elang (matel) atau debt collector ilegal di wilayah Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, menjadi perhatian serius pihak kepolisian.
Kapolsek Gunung Putri, AKP Aulia Robby Kartika Putra menegaskan komitmennya untuk menindak tegas praktik penarikan kendaraan tanpa prosedur hukum yang sah. Ia menyebut, penanganan terhadap aktivitas matel ini sebenarnya sudah menjadi perhatian sejak lama, pun telah beberapa kali melakukan penindakan.
“Kami sudah melakukan beberapa penangkapan, termasuk satu pelaku yang berhasil diamankan bulan lalu. Ini merupakan hasil kerja sama antara Bhabinkamtibmas, Babinsa, warga, dan lingkungan yang peduli terhadap bahaya aktivitas mata elang,” ujar AKP Aulia kepada SuaraBotim.Com, Senin (21/4/25).
AKP Aulia mengimbau, agar masyarakat untuk segera melapor ke Polsek Gunung Putri jika menemukan aktivitas mata elang yang bukan berasal dari debt collector resmi. Dirinya juga menekankan, pentingnya masyarakat memahami perbedaan antara penarikan kendaraan secara sah dan tindak pidana perampasan.
“Banyak masyarakat menyebut orang yang suka merampas motor tanpa dokumen resmi sebagai matel. Itu salah dan merupakan tindak pidana perampasan. Jika ada informasi, segera laporkan kepada kami,” tegasnya.
Untuk menekan aktivitas ini, Polsek Gunung Putri terus meningkatkan patroli di wilayah-wilayah rawan, khususnya di sekitar perumahan. Berdasarkan laporan yang diterima, aktivitas matel paling sering ditemukan di Desa Tlajung Udik dan Ciangsana.
“Kami fokus patroli di dua desa tersebut. Harapannya, para pelaku bisa segera tertangkap dan praktik ilegal ini dapat diberantas dari wilayah Gunung Putri,” pungkasnya.
Sementara, Kepala Desa Tlajung Udik, Yusuf Ibrahim merespon keluhan warga yang merasa terganggu dengan tindakan oknum matel yang kerap melakukan intimidasi hingga perampasan kendaraan di jalanan.
“Ini murni suara dari warga. Sebelumnya kami musyawarahkan dulu bersama para RW, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa. Intinya, jika ada tindakan oknum yang sifatnya meresahkan, seperti perampasan atau intimidasi, kami dengan tegas melarang,” ujarnya.
Kades Bontot sapaan akrabnya menyebut, meski dirinya belum menemukan langsung aksi tersebut, laporan warga menjadi dasar utama untuk mengambil sikap. Bahkan, spanduk berisi imbauan pun kembali dipasang di wilayah desa sebagai bentuk peringatan terhadap praktik penagihan yang melanggar hukum.
“Spanduk seperti ini pernah kami pasang juga setahun lalu, tapi hilang. Karena permintaan warga, akhirnya kami pasang kembali sebagai bentuk peringatan agar masyarakat tidak menjadi korban perampasan oleh oknum yang mengaku sebagai debt collector,” jelasnya.
(Pandu)