Cibinong, SuaraBotim.Com – Lembaga Study Visi Nusantara Maju (LS Vinus) menggelar ‘Tadarus Demokrasi’ sebuah diskusi yang dihadiri oleh para pegiat demokrasi dari berbagai latar belakang yang berlangsung di Sekretariat Nasional Visi Nusantara, Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (26/3/25).
Kali ini dirinya membahas berbagai isu politik dan demokrasi terkini, baik di tingkat nasional maupun lokal.
Hadir dalam diskusi tersebut antara lain Jeirry Sumampow dari Komite Pemilih Indonesia, Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia, Joko Rohi dari Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia, Rafih Sri Wulandari, akademisi Universitas Langlang Buana, serta beberapa narasumber lainnya.
Founder LS Vinus Yusfitriadi menegaskan, bahwa masyarakat sipil harus mulai mengkristalisasi gerakan kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
“Kita sebagai masyarakat sipil harus mempersiapkan diri dan melihat ke mana arah pemerintahan Prabowo-Gibran. Dengan begitu, kita bisa menentukan sikap yang tepat,” ujarnya kepada SuaraBotim.Com.
Menurutnya, ada kekhawatiran bahwa kepemimpinan Prabowo masih berada dalam bayang-bayang pemerintahan sebelumnya, yakni Joko Widodo (Jokowi). Jika hal ini benar, maka kebijakan yang diambil Prabowo tidak sepenuhnya mandiri.
“Apakah benar saat ini Prabowo masih berada dalam bayang-bayang Jokowi? Jika iya, maka kebijakan yang diambil bukanlah murni dari Prabowo,” ucapnya.
Dalam diskusi tersebut, Yusfitriadi juga menyoroti revisi UU TNI yang baru saja disahkan. Menurutnya, revisi ini berpotensi mengembalikan pola pemerintahan Orde Baru.
“Apakah ini akan membawa kita kembali ke rezim Orde Baru? Apalagi UU TNI ini disahkan secara diam-diam tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yusfitriadi juga mengkritik, bagaimana kebijakan-kebijakan pemerintah saat ini cenderung mengabaikan suara rakyat. Oleh karena itu, menurutnya, gerakan masyarakat sipil harus segera dikristalisasi.
“Jika kebijakan pemerintah sudah tidak lagi mendengar rakyat, maka gerakan sipil harus dikristalisasi. Bukan untuk menumbangkan rezim, tetapi untuk membangun nalar kritis terhadap kondisi pemerintahan saat ini,” terangnya.
Yusfitriadi juga menyoroti akar dari berbagai masalah demokrasi di Indonesia, yakni sistem pemilu yang masih dikuasai oligarki.
“Pemilu kita masih dikendalikan oleh oligarki dan cukong-cukong politik. Masyarakat harus bersikap, apakah model pemilu seperti ini masih harus dipertahankan?” katanya.
Sebagai solusi, Yusfitriadi menekankan pentingnya revisi UU Pemilu yang saat ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) di DPR RI.
“Revisi UU Pemilu sangat relevan untuk segera dibahas, karena sudah masuk ke Baleg DPR RI. Ini bisa menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki demokrasi kita,” pungkasnya.