Cibinong, SuaraBotim.Com – Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor terus mengoptimalkan potensi pendapatan daerah, salah satunya melalui sektor penyewaan vila.
Upaya tersebur dilakukan menyusul lesunya bisnis perhotelan di wilayah Kabupaten Bogor belakangan ini.
Kepala Bappenda Kabupaten Bogor, Andri Hadian mengungkapkan, bahwa saat ini pihaknya sedang berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan untuk mendata bangunan vila yang belum memiliki izin resmi.
Langkah tersebut diambil agar ke depan Pemerintah Kabupaten Bogor dapat memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor penyewaan vila.
“Banyak vila yang belum berizin. Kita sedang koordinasi dengan pihak kecamatan untuk melakukan pendataan, karena ada juga vila yang dimiliki oleh pribadi,” ujar Andri kepada SuaraBotim.Com, Kamis (10/4/25).
Menurut informasi dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor, tingkat okupansi hotel selama libur cuti bersama Idulfitri 1446 H hanya mencapai 65 persen, jauh menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 90 persen.
Penurunan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh Instruksi Presiden (Inpres) RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
“Ya, ada pengaruh dari Inpres itu. Tapi memang ini masih dihitung. Dari laporan PHRI, selama libur kemarin ada penurunan tingkat hunian hotel,” jelasnya.
Meski demikian, Andri optimistis pelemahan sektor perhotelan tidak akan berdampak signifikan terhadap realisasi pendapatan pajak daerah. Pasalnya, dari target pajak Kabupaten Bogor tahun 2025 yang mencapai Rp3,817 triliun, kontribusi sektor perhotelan hanya sekitar Rp156 miliar.
Bahkan, hingga awal April 2025, realisasi pajak daerah Kabupaten Bogor telah mencapai 25 persen dari target, dengan pencapaian triwulan pertama sebesar 106 persen.
“Tahun ini target pajak kita meningkat menjadi Rp3,8 triliun dari sebelumnya Rp2,7 triliun. Jadi ada kenaikan hampir Rp1 triliun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sekretaris PHRI Boboy Ruswanto mengatakan, angka tersebut turun sekitar 10-20 persen jika dibandingkan dengan periode uang sama pada lebaran tahun 2024 lalu.
“Dibandingkan tahun lalu, penurunan 10 hingga 20 persen, okupansi rata-rata hanya sekitar 65 hingga 70 persen,” ujar Boboy Ruswanto, Rabu (9/4/25).
Lebih lanjut, kata Boboy, turunnya tingkat keterisian kamar disebabkan dari beberapa faktor yang salahsatunya adalah kondisi ekonomi nasional yang kurang stabil sehingga berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
“Penurunan spending power, mungkin dipengaruhi faktor ekonomi ya, jadi daya beli masyarakat menurun,” tutupnya.
(Pandu)